Welcome Myspace Comments

TO



Senin, 12 Juli 2010

Mengenal Tuhan dalam rupa yang lain

By Nelson Saragih, on 06-01-2009 21:04

Markus 16:12 Sesudah itu Ia menampakkan diri dalam rupa yang lain kepada dua orang dari mereka, ketika keduanya dalam perjalanan ke luar kota.

Lukas 24:13-31 menceritakan pada suatu peristiwa dua orang murid Yesus berada dalam perjalanan dari Yerusalem menuju Emaus. Kedua murid itu saling bercerita tentang kekecewaan mereka. Mereka kecewa karena Guru yang mereka puji dan mereka harapkan menjadi Raja atas Israel dan yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi ternyata harus menghadapi hukuman mati. Segala harapan mereka lenyap, sepertinya semua pelayanan dan pekerjaan yang telah mereka kerjakan selama ini menjadi sia-sia. Ditengah pembicaraan mereka Yesus datang menghampiri, namun mereka tidak mengenal-Nya karena Yesus tampil dalam rupa yang lain.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa Tuhan tampil tidak selalu dengan rupa yang sama. Mungkin selama ini kita mengenal Tuhan dalam rupa yang penuh berbelas kasihan, dengan muzizat-muzizat dan dengan impartasi kuasa-Nya yang dahsyat, tapi Tuhan juga bisa tampil dalam rupa yang lain.

Matius 25:39-40 Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.

Ayat diatas menjelaskan bahwa Tuhan tampil dalam rupa orang-orang yang ada di sekeliling kita. Saya tidak mengatakan bahwa ada orang yang di sekitar kita adalah samaran dari Tuhan! Bukan begitu!. Ayat diatas menjelaskan bahwa jika kita berbuat baik untuk orang-orang lemah yang ada disekeliling kita, sebenarnya kita melakukannya untuk Tuhan.

Tuhan juga bisa tampil dalam rupa permasalahan-permasalahan dan kesulitan-kesulitan hidup. Ada orang yang hidupnya sudah nyaman dan mapan, akibatnya ia lupa beribadah dan tidak ingat lagi akan Tuhan. Untuk menyelamatkan dia maka Tuhan harus turun dalam bentuk kesulitan-kesulitan sehingga orang tersebut kembali ingat dan berbalik kepada Tuhan.

Sebenarnya dalam kehidupan kita sehari-hari, Tuhan sering tampil dalam rupa yang lain namun kita tidak menyadarinya. Kita butuh hati yang peka agar kita mengenal Dia. Itulah sebabnya mengapa Alkitab menulis dengan jelas “mengucap syukurlah dalam segala hal" (I Tessalonika 5:18). Mengapa demikian? Karena Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Roma 8:28).

Bagaimana agar kita memiliki hati yang peka dan dapat mengenal rupa-rupa Allah?

Lukas 24:30-31 Waktu Ia duduk makan dengan mereka, Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka dan mereka pun mengenal Dia, tetapi Ia lenyap dari tengah-tengah mereka.

Ayat diatas menjelaskan mata mereka terbuka dan mereka mengenal Yesus pada saat Yesus memecah-mecah roti waktu makan malam. Ini bicara mengenai persekutuan dengan Tuhan. Kalau kita memiliki persekutuan pribadi yang erat, maka kita akan memiliki hati yang peka untuk mengenal dan mendengar suara Tuhan. Mau mengenal Tuhan lebih dalam? Milikilah persekutuan pribadi yang erat. Tuhan Yesus memberkati.

Doa :
Tuhan Yesus, kami tahu bahwa Engkau senantiasa ada bersama dengan kami, namun kami terkadang tidak menyadarinya. Tolong lah kami ya Tuhan, agar kami dapat menyediakan waktu kami untuk bersekutu dengan Engkau agar kami dapat mengenal-Mu lebih dalam lagi. Dalam nama Yesus kami berdoa. Amin.

Selasa, 08 Desember 2009

Siapa Dapat Membantah Tuhan

Tetapi Ayub menjawab: "Sungguh, aku tahu, bahwa demikianlah halnya, masakan manusia benar di hadapan Allah? Jikalau ia ingin beperkara dengan Allah satu dari seribu kali ia tidak dapat membantah-Nya. Allah itu bijak dan kuat, siapakah dapat berkeras melawan Dia, dan tetap selamat? (Ayub 9:1-4)

Kalau kita membaca kitab Ayub maka kita temukan begitu banyak dialog antara Ayub dengan teman-temannya dan antara Ayub dengan Tuhan tetapi semuanya ada dalam alur kehendak Tuhan. Kenapa terjadi dialog ini ? Setelah Ayub diberkati luar biasa, semua anak-anaknya meninggal ditimpa bencana, semua hartanya dirampok habis, semua pegawai-pegawainya terbunuh dan kemudian seluruh tubuhnya penuh borok yang mengerikan. Ayub sangat merana sampai istrinya pun memprovokasi dia agar mengutuk Tuhan.

Dalam ayat-ayat di atas kita membaca satu statement dari Ayub yang begitu perkasa. Biasanya kalau orang lagi lemah, susah, ketimpa bencana, gampang untuk protes, membantah ataupun berdebat. Dalam bahasa Ibrani kata ‘membantah’ dalam kitab Ayub 9:3 digunakan kata “rip” artinya contend, strife (bhs Inggris). ‘Contend’ artinya melawan, menentang. Ayub punya alasan untuk mengkritisi Tuhan, untuk membantah, untuk memprotes kepada Tuhan sebab dalam hidupnya Ayub terkenal saleh, suci, menjauhi kejahatan tetapi kenapa dia mengalami penderitaan yang demikian. (bd. Ayub 1:8). Tetapi Ayub luar biasa, dalam keadaan sengsara dan menderita, dia berkata : “Sungguh, aku tahu, bahwa demikianlah halnya, masakan manusia benar di hadapan Allah? Jika ia ingin berperkara dengan Allah satu dari seribu kali ia tidak dapat membantahNya”. Seringkali kita protes kepada Tuhan kalau lagi dalam pencobaan.

Namun Ayub dalam keadaan yang begitu menderita dia masih berkata satu dari seribu kali tidak dapat membantah Tuhan. Pribadi Ayub menjadi sosok yang unik tetapi juga menjadi standard bagi gereja Tuhan. Kita hidup di dunia ini tidak selalu semua mulus. Ada saatnya kita mengalami penderitaan, masalah-masalah. Tetapi seringkali daging kita ingin segera protes kepada Tuhan, kita mau membantah Tuhan bahwa Tuhan itu tidak adil, Tuhan itu pilih kasih. Ayub berkata dengan sadar bahwa kita tidak dapat membantah Tuhan. Terkadang kita tidak membantah Tuhan dengan mulut tetapi kita membantah Tuhan dengan sikap kita.
“Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: "Mengapakah engkau membentuk aku demikian?" Roma 9:20.

Bukankah kita semua ciptaan Tuhan. Bukankah nafas di paru-paru kita datang dari Tuhan, bukankah denyutan jantung kita adalah pemberian Tuhan. Jadi kenapa kita mau protes kepada Tuhan yang memberi, yang menciptakan, yang membentuk hidup kita. Kita jangan seperti bangsa Israel yang tidak taat dan membantah.

Tetapi tentang Israel ia berkata: "Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tangan-Ku kepada bangsa yang tidak taat dan yang membantah." Roma 10:21.Kita bersyukur karena sekarang ini banyak anak-anak Tuhan yang pintar-pintar. Tetapi seringkali orang pintar lebih kritis dan celakanya ada yang berani mengkritisi Firman Tuhan. Ayub 36:26. Umur manusia pasti kita ketahui, tanpa terkecuali semuanya akan mati. Tetapi Tuhan tidak terselidiki jumlah tahunnya karena Tuhan itu kekal/abadi. Ayub menulis Allah yang Mahabesar tidak terjangkau oleh pengetahuan manusia. Ayub 37:5. Banyak manusia memakai otaknya untuk untuk mengkritisi Firman Tuhan. Ada yang membantah baptisan air, perjamuan kudus, perpuluhan, dlsb. Ayub tidak membantah Tuhan tetapi memohon belas kasihan dari Tuhan. Ayub 9:15.

Kita musti belajar bukan mengkritisi Firman Tuhan tetapi memohon belas kasihan Tuhan. Ayub 39:34-38. Ketika Tuhan berkata : “Apakah si pengecam hendak berbantah dengan Yang Mahakuasa? Ayub menjawab tidak Tuhan, seandainya kuucapkan satu kata maka tidak mau kuulangi lagi, mungkin dua kali aku mau cabut kata-kata itu”. Ayub tidak pernah sekalipun membantah Tuhan, bahkan dalam duka sekalipun Ayub memandang Tuhan. Ayub 42:5-6. Ayub tidak mau bersandar hanya kepada kesaksian-kesaksian orang lain, dia mau memandang Yesus. Sikap tidak membantah yang dipunyai Ayub membuat dia melihat keagungan Tuhan.

Oleh karena itu Paulus menasehatkan jemaat Filipi agar melakukan segala pekerjaan keselamatan, ibadah, pelayanan, dlsb, dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan. Filipi 2:14,12. Orang yang suka membantah akan kehilangan berkat. Tidak membantah adalah salah satu sikap yang terpenting dari pelayanan kita dan salah satu yang terpenting dari arus berkat Tuhan mengalir dalam hidup kita.

Bagaimana sikap kita supaya tidak keras tengkuk, tidak membantah, tidak bersungut-sungut? Yakobus 1:21, menasihatkan, agar kita menerima dengan lemah lembut Firman Tuhan. Iblis mau supaya kita terus menentang Firman Tuhan, tetapi Alkitab berkata terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam dalam hatimu. Anda akan diberkati lebih jika saudara mau dengan lemah lembut menerima Firman Tuhan. Satu resep yang indah untuk hati kita tidak terpancing dan tergoda berargumentasi dengan Tuhan dan FirmanNya, yaitu dengan cara menerima Firman Tuhan dengan lemah lembut. Haleluyah.

Sumber : http://peduligereja.com

Selasa, 01 Desember 2009

DARAH BATAK JIWA PROTESTAN

Seri Diskusi Injil & Adat

Oleh: Daniel T.A. Harahap

1. INJIL DATANG KE TANAH (JIWA BATAK)

BERABAD-ABAD suku bangsa Batak hidup terisolasi di Tanah Batak daerah bergunung-gunung di pedalaman Sumatera Bagian Utara. Pada waktu yang ditentukanNya sendiri, Allah mengirim hamba-hambaNya yaitu para missionaries dari Eropah untuk memperkenalkan INJIL kepada kakek-nenek (ompung) dan ayah-ibu kita yang beragama dan berbudaya Batak itu. Mereka pun menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruslamat. Mereka tidak lagi bergantung kepada dewa-dewa dan roh-roh nenek moyang yang mati tetapi beriman kepada Allah Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus) yang hidup. Mereka berpindah dari gelap kepada terang, dari keterbelakangan kepada kemajuan, dan terutama dari kematian kepada kehidupan yang kekal. Injil telah datang
dan merasuk ke Tanah (baca: jiwa) Batak!

2. MENERIMA INJIL DAN TETAP BATAK

Namun penerimaan kepada Kristus sebagai Tuhan, Raja dan Juruslamat tidaklah membuat warna kulit kakek-nenek kita berubah dari “sawo matang” menjadi “putih” (bule), atau mengubah rambut mereka yang hitam menjadi pirang. Mereka tetap petani padi dan bukan gandum, memakan nasi dan bukan roti, hidup di sekitar danau Toba dan bukan di tepi sungai Rhein. Penerimaan Kristus itu juga tidak mengubah status kebangsaan mereka dari “Batak” menjadi “Jerman”. Sewaktu menerima Injil dan dibabtis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus kakek-nenek dan ayah-ibu kita tetaplah tinggal Batak dan hidup sebagai masyarakat agraris Sumatera dengan segala dinamika dan pergumulannya. Para missionaries itu juga tidak berusaha mencabut kakek-nenek dan ayah-ibu kita yang Kristen itu dari kebatakannya dan kehidupan sehari-harinya. Bahkan mereka bersusah-payah menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Batak agar kakek-nenek kita dapat mengerti dan menghayati Firman Tuhan itu dengan baik sekali. Selanjutnya melatih mereka memuji dan berdoa kepada Kristus yang baru mereka kenal itu juga dengan bahasa Batak (baca: bukan Inggris atau Yahudi).

3. INJIL DAN KOMUNITAS BATAK MODEREN

Injil itu kini juga sampai kepada kita sekarang. Sebagaimana kakek-nenek dan ayah-ibu kita dahulu kita sekarang pun menerima dan mengakui Kristus sebagai Tuhan, Raja dan Juruslamat, Anak Allah yang hidup. Melalui iman kepada Kristus itulah kita menerima hidup baru yang kekal, pengampunan, berkat, damai sejahtera Allah dan Roh Kudus. (Yoh 3:16). Sama seperti kakek-nenek dan ayah-ibu kita dahulu, kita yang sekarang pun mengalami bahwa babtisan dan kekristenan tidaklah mengubah warna kulit kita dari sawo matang menjadi putih. Juga tidak mengubah kita dari Batak-Indonesia menjadi Eropah-Amerika. Sebagai pengikut Kristus rupanya kita tidak harus menjadi orang yang berbahasa dan berbudaya lain. Tidak ada bahasa dan budaya atau status social tertentu yang mutlak menjamin kita lebih dekat kepada Kristus. (Gal 3:28) Tidak ada juga bahasa yang menghalangi kita datang kepadaNya.

4. FIRMAN MENJADI MANUSIA

Firman telah menjadi manusia sama dengan kita dan tinggal di antara kita (Yoh1:14). Itu artinya Itu dapat diartikan bahwa Firman itu juga telah menjadi manusia Batak dan hidup diantara kita orang yang berjiwa dan berkultur Batak juga. Sebab itu tidak ada keragu-raguan kita untuk menyapa, memuji dan berdoa kepada Allah dengan bahasa, idiom, terminologi, simbol, ritme, corak dan seluruh ekspressi kultur Batak (termasuk Indonesia dan modernitas) kita Mengapa? Sebab Tuhan Yesus Kristus lebih dulu datang menyapa kita dengan bahasa Batak yang sangat kita pahami dan hayati.

5. DAHULU DAN SEKARANG

Bagaimanakah kita menyikapi tortor, gondang dan ulos Batak sebagai orang Kristen? Memang harus diakui bahwa pada awalnya – jaman dahulu – tortor dan gondang adalah merupakan ritus atau upacara keagamaan tradisional Batak yang belum mengenal kekristenan. Harus kita akui dengan jujur bahwa leluhur kita yang belum Kristen menggunakan seni tari dan musik tortor dan gondang itu untuk menyembah dewa-dewanya dan roh-roh, selain membangun kebersamaan dan komunalitas mereka. Disinilah kita sebagai orang Kristen (sekaligus Batak-Indonesia) harus bersikap bijaksana, jujur, dan hati-hati serta kreatif. Kita komunitas Kristen Batak sekarang mau menerima seni tari dan musik Tortor dan Gondang Batak warisan leluhur pra kekristenan itu namun dengan memberinya makna atau arti yang baru. Tortor dan gondang tidak lagi sebagai sarana pemujaan dewa-dewa dan roh-roh nenek moyang tetapi sebagai sarana mengungkapkan syukur dan sukacita kepada Allah Bapa yang menciptakan langit dan bumi, Tuhan Yesus Kristus yang menyelamatkan kita dari dosa, dan Roh Kudus yang membaharui hidup dan mendirikan gereja. Bentuknya mungkin masih sama namun isinya baru. Ini mirip dengan apa yang dilakukan gereja purba dengan tradisi pohon natal. Pada awalnya pohon terang itu adalah tradisi bangsa-bangsa Eropah yang belum mengenal Kristus namun kemudian diberi isi yang baru, yaitu perayaan
kelahiran Kristus. Begitu juga dengan tradisi telur Paskah, Santa Claus dll.


6. MENGACU KEPADA ALKITAB

Dalam Alkitab kita juga pernah menemukan problematika yang sama. Di gereja Korintus pernah ada perdebatan yang sangat tajam apakah daging-daging sapi yang dijual di pasar (sebelumnya dipersembahkan di kuil-kuil) boleh dimakan oleh orang Kristen. Sebagian orang Kristen mengatakan “boleh” namun sebagian lagi mengatakan “tidak”. Rasul Paulus memberi nasihat yang sangat bijak. “Makanan tidak mendekatkan atau menjauhkan kita dari Tuhan. Makan atau tidak makan sama saja.” (I Kor 8:1-11). Keadaan yang mirip juga terjadi di gereja Roma: apakah orang Kristen boleh memakan segalanya. (I Kor 14-15). Rasul Paulus memberi nasihat “Kerajaan Allah bukan soal makanan atau minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (I Kor 14:17). Kita boleh menarik analogI dari ayat-ayat ini untuk persoalan tortor dan gondang dan juga ulos. Benar bahwa tortor dan gondang dahulu dipakai untuk penyembahan berhala, namun sekarang kita pakai untuk memuliakan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.. Selanjutnya: kita sadar bahwa kekristenan bukanlah soal makanan, minuman, jenis tekstil atau musik, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita Roh Kudus.

Nasi sangsang atau roti selai tidak ada bedanya di hadapan Tuhan. Tenunan ulos Batak dengan batik Jawa atau brokart Prancis sama saja nilainya di hadapan Kristus. Taganing atau orgel adalah sama-sama alat yang tidak bernyawa dan netral. keduanya dapat dipakai memuliakan Allah (atau sebaliknya bisa juga untuk menghinaNya).


7. MENGGARAMI DAN MENERANGI BUDAYA

Persoalan sesungguhnya adalah: bagaimana sesungguhnya hubungan antara iman Kristen dan budaya. Dalam Matius 5:13-16 Tuhan Yesus menyuruh orang Kristen untuk menggarami dan menerangi dunia. Itu artinya Tuhan Yesus menyuruh kita mempengaruhi, mewarnai, merasuki, memperbaiki realitas sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada.

Itu artinya sebagai orang Kristen kita dipanggil bukan untuk menjauhkan diri atau memusuhi budaya (tortor, gondang dan ulos) namun untuk menggarami dan meneranginya dengan firman Tuhan, kasih dan kebenaranNya. Bukan membakar ulos tetapi memberinya makna baru yang kristiani. Namun sebaliknya kita juga diingatkan agar tidak terhisab atau tunduk begitu saja kepada tuntutan budaya itu! Agar dapat menggarami dan menerangi budaya (tortor, gondang dan ulos dll) kita tidak dapat bersikap ekstrim: baik menolak atau menerima secara absolut dan total. Kita sadar sebagai orang Kristen bahwa kita hanya tunduk secara absolute kepada Kristus dan bukan kepada budaya Sebaliknya kita juga sadar bahwa sebagai orang Kristen (di dunia) kita tidak dapat mengasingkan diri dari budaya. Lantas bagaimana? Disinilah pentingnya membangun sikap kreatif dan kritis dalam menilai hubungan iman Kristen dan budaya Batak itu, termasuk tortor dan gondang serta ulos. Mana yang baik dan mana yang buruk? Mana yang harus dipertahankan dan mana yang harus diubah? Mana yang relevan dengan kekristenan, Indonesia dan modernitas dan mana yang tidak lagi relevan?

8. TORTOR DAN GONDANG KRISTIANI

Kita akui jujur sebelum datangnya kekristenan tortor dan gondang adalah sarana untuk meminta kesuburan (sawah, ternak, dan manusia), menolak bala dan atau menghormati dewa-dewa dan roh nenek moyang. Bagi kita orang Kristen tortor dan gondang bukanlah sarana membujuk Tuhan Allah agar menurunkan berkatNya, namun salah satu cara kita mengekspressikan atau menyatakan syukur dan sukacita kita kepada Allah Bapa yang kita kenal dalam Yesus Kristus dan membangun persekutuan sesama kita. Selanjutnya sebelum datangnya kekristenan gondang dianggap sebagai reflektor atau yang memantulkan permintaan warga kepada dewa-dewa. Bagi kita yang beriman Kristen gondang itu hanyalah alat musik belaka dan para pemainnya hanyalah manusia fana ciptaan Allah. Kita dapat menyampaikan syukur dan atau permohonan kita kepada Allah Bapa tanpa perantara atau reflektor kecuali Tuhan Yesus Kristus. Dahulu bagi nenek moyang kita sebelum kekristenan, tortor dan gondang, sangat terikat kepada aturan-aturan pra-kristen yang membelenggu: misalnya wanita yang tidak dikaruniai anak tidak boleh manortor dengan membuka tangan. Bagi kita yang beriman Kristen sekarang, tentu saja semua orang boleh bersyukur dan bersukacita di hadapan Tuhannya termasuk orang yang belum atau tidak menikah, belum atau tidak memiliki anak, belum atau tidak memiliki anak laki-laki. Semua manusia berharga di mata Tuhan dan telah ditebusNya dengan darah Kristus yang suci dan tak bernoda (I Pet 1:19).

Home: http://rumametmet.com

Senin, 23 November 2009

Iman Kepada Agama atau Kepada Kristus

Bacaan: Yohanes 14:1-14

Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.- Yohanes 14:6

Begitu banyak orang membangga-banggakan agamanya. Selalu berkata bahwa agamanyalah yang paling baik dan paling benar. Dengan sikap yang seperti ini, lahirlah fanatisme yang berlebihan terhadap agama yang diyakininya. Kalau sudah begini, bisa-bisa tindakan apapun juga akan dilegalkan demi membela agamanya. Itu sebabnya tak perlu kaget kalau ada istilah perang suci atau “bom suci”. Dendam, pembunuhan, bahkan pembantaian hanya demi membela agama yang dianut.

Berbicara tentang hal ini, kita tahu bahwa agama memiliki rapor merah yang begitu banyak. Sejarah mencatat rapor merah agama, mulai dari para pembunuh Khawarij pada abad ke-7 sampai dengan “bom suci” di masa sekarang ini. Di kalangan kristiani juga pernah terjadi hal yang tak kalah mengerikan. Sekelompok kaum Protestan dibakar hidup-hidup oleh seorang ratu Inggris yang Katolik pada pertengahan abad ke-16. Demikian juga menurut sebuah gambar terbitan Antwerp, Belgia, tampak kelompok Protestan yang menamakan dirinya “Huguenots” memancung korbannya dengan sangat keji. Ngomong-ngomong soal Yesus, bukankah dalang di balik penyaliban Yesus juga adalah dari kelompok agama?

Itu sebabnya sangat keliru kalau kita memiliki fanatisme yang berlebihan terhadap agama, termasuk agama Kristen sekalipun! Sekali lagi bahwa agama tidak akan pernah bisa menyelamatkan kita. Alkitab tidak pernah berkata, apalagi menjamin bahwa setiap penganut agama Kristen akan masuk sorga. Agama bukan jalan. Yesus lah jalan! Itu sebabnya iman kita seharusnya kepada Yesus, bukan kepada agama yang kita anut.

Pemahaman yang seperti ini akan menghindarkan kita dari tindakan-tindakan konyol hanya dengan dalih untuk membela agama. Agama hanyalah wadah dan bukan intinya. Apapun alasannya, intinya haruslah tetap Yesus. Itu sebabnya saya tidak pernah bangga hanya menjadi orang Kristen, tapi saya sangat bangga menjadi pengikut Kristus. Kalaupun saya melakukan hal-hal rohani, saya tidak melakukan demi agama, tapi saya melakukannya demi Kristus. Saya tidak melayani agama, saya melayani Kristus. Saya tidak mau berkorban hanya demi agama, tapi saya akan berani habis-habisan demi Kristus. Saya tidak mau mati demi agama, tapi saya mau hidup demi Kristus. Bagaimana dengan Anda?

Dimanakah kita menaruh iman, kepada agama atau kepada Kristus?

Jumat, 20 November 2009

Ketika Dunia Berbalik Menyerang Kita


Bacaan: Lukas 22:47-53

Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?- Lukas 22:48

Ini tidak adil. Ini sangat tidak manusiawi. Bahkan sangat tidak masuk akal dilakukan oleh manusia-manusia yang berakal budi. Bukankah Yesus tidak pernah melakukan yang buruk? Sedikitpun tidak. Ia selalu berbuat baik. Ia selalu memberi pertolongan, bahkan ketika saatNya belum tiba pun, Ia tetap menyelamatkan muka keluarga mempelai di Kana. Ia tidak pernah menggosipkan orang lain, apalagi memfitnahnya. PerkataanNya manis, lembut dan menyegarkan siapa saja yang letih. Ia tidak pernah meminta atau menuntut lebih, Ia selalu memberi. Ia tidak pernah menjadi batu sandungan, Ia menjadi berkat. Ia membuat mujijat dan memberikannya kepada mereka yang butuh mujijat. Tak terhitung lagi kaki lumpuh yang bisa berjalan, atau mata buta yang celik, si bisu yang akhirnya berujar, atau si tuli yang sekarang bisa enjoy dengar musik easy listening.

Yesus buat semuanya itu. Tapi apa yang Ia dapat? Pengkhianatan. Olokan. Cercaan. Tatapan sinis. Bahkan paduan suara yang sedemikian kompak, “Salibkan Dia!” Bisa jadi yang berteriak lantang adalah mereka yang pernah mengecap kebaikanNya atau bahkan yang mengalami sendiri mujijatNya. Dua belas murid yang Ia andalkan juga tiba-tiba melempem. Nyalinya ciut dan memilih menyelamatkan diri masing-masing. Meski semula mereka gembar-gembor bahwa nyawa pun akan dipertaruhkan demi guruNya. Pengkhianatan. Bukan hanya Yudas saja, tapi sebenarnya semua murid mengkhianati Dia, karena membiarkan Dia sendirian menanggung semuanya itu.

Yesus dikhianati oleh orang-orang yang selama tiga tahun terakhir ini selalu bersamaNya. Yesus disalibkan oleh orang-orang yang pernah ditolongNya. Mungkin saja mereka yang memaki Yesus adalah mereka juga yang pernah dibuatnya bicara dari kebisuan. Yesus mengalami semuanya itu, tapi Ia tetap teguh. KasihNya tidak tergoncang. Pengkhianatan tak mampu mengubah kasihNya. Meski dunia berbalik melawanNya, Ia tetap mengampuni. Teladan hidup yang luar biasa.

Bagaimana jika dunia berbalik melawan kita? Bagaimana jika orang yang pernah kita tolong memberikan ciuman Yudas? Marilah kita belajar dari Yesus. Hidup yang dikuasai kasih. Memang berat. Daging kita berontak. Logika kita tidak bisa menerima. Bagaimana mungkin mengasihi mereka yang berbalik melawan kita. Tapi itulah kasih. Kasih bukanlah kasih kalau tidak bisa mengasihi musuh kita.

Apakah kita tetap mengasihi mereka yang berbalik melawan kita?

http://www.renungan-spirit.com/belanja/renungan-harian-spirit.html

Rabu, 18 November 2009

Makna Mengucapkan Amin dan Haleluyah

Wahyu 19 : 4
"Kedua puluh empat tua-tua dan keempat makhluk itu sujud dan menyembah Allah yang duduk di atas takhta itu, dan mereka berkata, 'Amin, Haleluyah'".

Kata Amin dan Haleluyah merupakan dua kata yang begitu populer dan berkuasa dalam kekristenan ini. Walaupun sebagian orang Kristen ada yang masih enggan untuk mengucapkan kedua kata ini dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ayat di atas kita membaca bahwa kata Amin dan Haleluyah diekspresikan di sorga pada pesta perkawinan Anak Domba. Kenapa kita perlu mengikuti pola surga? Surga adalah tujuan kita! Surga adalah model kekristenan di dunia ini. Surga adalah satu keadaan yang real, yang nanti kita alami. Tetapi suasana sorga dapat juga kita alami di bumi.

A m i n

Amin dalam bahasa Ibrani disebut "ammen" artinya setuju, teguh, benar, setia. Amin adalah suatu respon kepada kebenaran. Wahyu 3:14....inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar...." Amin adalah gelar dari Tuhan. Jadi apabila kita mengucapkan amin berarti menyebutkan Tuhan yang adalah benar.

Dalam Ulangan 27:15, 17-26 dijelaskan bahwa semua orang Israel harus menjawab amin apabila ada firman Tuhan dalam bentuk peringatan. Gunanya adalah supaya peringatan Tuhan itu diingat. Jadi keliru besar jika ada orang menggunakan atau mengucapkan kata amin itu hanya untuk mengakhiri sebuah doa. Kita harus membiasakan mengatakan Amen, bilamana pengkhotbah atau pemimpin ibadah menyatakan suatu kebenaran firman Tuhan. Kita katakan Amin bilamana ada firman atau nubuatan atau kata-kata berkat. Amin harus diucapkan! Mengucapkan amin berarti kita memberikan respon kepada Firman Tuhan. (Mazmur 106:48).

H a l e l u y a h

Haleluyah dalam bahasa Ibrani disebut "halelluyah" yang terdiri dari dua kata yaitu halel dan Yahweh yang berarti pujilah Tuhan. Dan dalam bahasa Yunani disebut denan "aleluya" yang artinya pujilah Tuhan.

Wahyu 19:1,3,4,6. Di sorga kata haleluyah adalah kata pujian dan sembahan yang ditujukan kepada Allah yang Mahatinggi. Kata haleluyah adalah kata yang penuh dengan kuasa. Iblis sering memperdaya sebagian orang Kristen untuk tidak mengucapkan kata amin dan haleluyah, karena iblis tahu bahwa kedua kata ini mempunyai kuasa yang sangat besar. Dengan ilhaman Roh Kudus pemazmur menekankan betapa pentingnya mengucapkan haleluyah. Mazmur 146:1; 147:1; 148:1;149:1; 150:1,6. Semua yang bernafas selalu harus memuji Tuhan dan selalu mengatakan : Haleluyah!

Oleh sebab itu jadikanlah pengucapan "Amin" dan "Haleluyah" sebagai gaya hidup kita. Saudara akan diberkati lewat mengucapkan kedua kata ini. Tuhan Yesus memberkati!

Sumber : http://peduligereja.com

Minggu, 15 November 2009

MATI SECARA ROHANI MENURUT ALKITAB YANG SESUNGGUHNYA

Betul sekali ada banyak ayat Alkitab yang menyatakan bahwa sebelum kita diselamatkan kita tadinya adalah mati (Ef.2:1, Kol.2:13 dll.). Tentu yang dimaksudkan ayat-ayat tersebut bukanlah mati secara jasmani, karena orang-orang yang dimaksudkan adalah yang ditulisi surat oleh Rasul Paulus. Karena sudah pasti bukan mati secara jasmani, maka tidak ada pilihan lain selain menafsirkan bahwa itu adalah mati secara rohani. Lalu apakah ‘mati secara rohani’ yang dimaksudkan Alkitab?

Kematian jasmani seseorang adalah sebuah keadaan dimana jantung seseorang tidak bekerja sehingga tidak berhasil memompa darah ke otak serta bagian tubuh lain, yang menyebabkan kematian tubuh orang itu secara keseluruhan. Terputusnya supply makanan ke otak dan bagian tubuh lain menyebabkan bagian-bagian itu mati. Bagian-bagian tubuh itu akan hidup kembali jika dalam jangka waktu yang masih ditolerir kembali mendapat aliran darah segar kembali.

Kelihatannya ketika Rasul Paulus berkata bahwa dahulu kamu mati dan sekarang telah dihidupkan kembali dalam Yesus Kristus, ia memaksudkan bahwa dahulu kamu dalam kondisi “putus” hubungan dengan Allah yang maha kudus karena dosa dan pelanggaran, namun sekarang telah disambung kembali di dalam Yesus Kristus. Yang mau dianalogikan Rasul Paulus dengan mati di situ bukan masalah kemampuan respon orang tersebut terhadap perkara rohani, melainkan hanya hubungan dengan Allah yang terputus. Dibangunnya jabatan keimamatan sepanjang masa ibadah simbolik Perjanjian Lama, adalah salah satu petunjuk bahwa masalahnya bukan pada kemampuan respon melainkan pada masalah terputusnya hubungan karena kondisi manusia yang berdosa.

HANYA ORANG SINTING YANG BERBICARA DENGAN MAYAT

Kita semua pasti setuju bahwa tidak ada satu orang waras pun yang akan berbicara kepada mayat. Dan siapapun yang bercakap-cakap dengan mayat pasti akan dicurigai sakit jiwa. Tentu bukan cuma sekedar curiga lagi jika yang bersangkutan menyerukan agar mayat bertobat.

Adalah fakta bahwa sepanjang zaman ibadah simbolik Perjanjian Lama Allah mengirim nabi untuk memperingati bangsa Yahudi bahkan kepada berbagai bangsa tentang dosa-dosa mereka. Jika segala bangsa yang mati secara rohani dianalogikan sama dengan mati jasmani, maka berarti ada masalah dengan yang mengirim nabi untuk menegur mereka. Jika bangsa Asyur yang mati secara rohani ditafsirkan sebagai dalam kondisi tidak bisa merespons seruan rohani, bagaimana mungkin dikirim Nabi Yunus untuk berseru agar mereka bertobat?

Bagaimana panglima Naaman bisa sampai kepada kesimpulan rohani bahwa tidak ada Allah selain Jehovah setelah penyelamannya yang terakhir di sungai Yordan? Padahal sebelumnya dia sangat skeptik terhadap perintah Nabi Elisa yang aneh. Bagaimana Tamar, Rahab, Rut, yang bukan bangsa Yahudi, yang tentu adalah orang yang bisa dikategorikan mati secara rohani, bisa mengenal Jehovah dan percaya kepadaNya?

Secara logis bisa kita simpulkan bahwa Allah tidak melihat manusia yang telah jatuh ke dalam dosa seperti John Calvin lihat. Allah melihat manusia berdosa memang mati secara rohani, dalam pengertian bahwa manusia putus hubungan dengan Penciptanya karena dosa dan pelanggarannya, bukan dalam kondisi seperti mayat yang tidak bisa mendengar apalagi merespons terhadap seruan untuk bertobat.

John Calvin, dan siapapun yang setuju dengan dia, telah menempatkan Allah sebagai pribadi sinting yang berbicara dengan mengirim nabi kepada mayat-mayat. Allah tidak mengirim nabi kepada mayat. Ia tidak mengutus Yunus untuk menegur mayat, tetapi menegur bangsa Asyur yang sangat berdosa agar mereka bertobat. Dan Alkitab mencatat bahwa mereka akhirnya bertobat.

Jadi, masalahnya bukan pada Allah dan juga bukan pada manusia yang telah berdosa, melainkan pada John Calvin yang salah menafsirkan istilah mati secara rohani. Rasul Paulus tidak memaksudkan mati rohani seperti yang dimaksudkan oleh Calvin. Ia pergi kepada bangsa-bangsa non-Yahudi (yang mati rohani) untuk berseru kepada mereka. Kalau bangsa Yunani dan yang lain-lain dalam kondisi rohani seperti mayat sebagaimana ditafsirkan Calvin, maka Rasul Paulus adalah orang sinting yang pergi berseru kepada para mayat. Tidak mungkin! Rasul Paulus tidak mungkin sinting, John Calvin yang salah menafsirkan Alkitab.

TIDAK ADA ORANG MENGHARAPKAN MAYAT BERBUAT SESUATU

Jika kita tahu seseorang telah mati, tubuhnya telah menjadi mayat, kita tidak mengharapkan ia memberi tanggapan apapun yang kita katakan, yang kita inginkan. Kita sangat faham kalau mayat tidak memenuhi sesuatu yang kita harapkan karena ia adalah mayat.

Tetapi kalau kita membaca Injil Yohanes pasal satu, kita dapatkan bahwa Allah mengharapkan tanggapan positif dari manusia yang hidup pada saat kedatangan Kristus. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah (Yoh.1:10-13).

Pada ayat 11 terlihat jelas kekecewaan pada milik kepunyaanNya yang tidak menerimaNya. Dan pada ayat 12 terlihat ada kegembiraan pada orang-orang mati rohani yang menerimaNya. Mereka diberi kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Ayat 13 menyatakan bahwa mereka diperanakkan bukan dari darah dan daging, melainkan dari Allah. Kapankah mereka diperanakkan Allah? Kapankah mereka dilahirkan kembali? Tentu pada saat mereka percaya! John Calvin mengajarkan bahwa orang-orang dilahirkan kembali terlebih dulu baru bisa percaya. Ia mengajarkan bahwa Allah memilih orang-orang tertentu tanpa alasan dan melahirkan mereka kembali supaya mereka bisa percaya. Ia tertangkap basah memelintir ayat Alkitab, karena ayat-ayat Alkitab mengatakan bahwa manusia harus percaya dan saat percaya itulah Roh Kudus masuk ke dalam hatinya. Surat Paulus kepada jemaat Efesus pasal satu ayat tiga belas dengan jelas mengatakan, “di dalam Dia kamu juga karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikan-Nya itu.” Ayat ini dengan sangat jelas mengatakan bahwa pada saat seseorang percaya itulah Roh Kudus memeteraikannya, bukan dimeteraikan terlebih dulu baru bisa percaya.

MAYAT TIDAK BISA MENGHUJAT ALLAH

Ketika orang-orang Farisi dan Ahli Taurat menyaksikan tanda-tanda kegenapan Mesias pada diri Yesus, namun mereka menolakNya, Ia berkata bahwa jika mereka menghujat Anak Manusia masih ada ampun, namun jika mereka menghujat Roh Kudus, maka tidak ada pengampunan lagi(Mark.3:29). Jika para Ahli Taurat adalah mayat yang tidak bisa bereaksi terhadap perkara rohani seperti yang dituduhkan oleh John Calvin, maka mustahil mereka bisa dituntut bertanggung jawab atas sikap mereka terhadap Mesias? Tidak ada hakim yang sangat bodoh yang menuntut mayat bertanggung jawab atas suatu perbuatan kriminal.

Tetapi karena para Ahli Taurat sesungguhnya sangat sadar, lagi pula mereka sudah melihat tanda-tanda dan mujizat yang diperbuat oleh Tuhan Yesus, dan mereka tahu persis akan nubuatan Nabi Yesaya bahwa kalau Mesias datang Ia akan mengadakan mujizat, namun karena iri mereka menolakNya. Tuhan Yesus tahu sampai ke dalam isi hati mereka, bahwa sebenarnya mereka sudah tahu bahwa Ia sedang menggenapi tanda -tanda kemesiasan, namun mereka sengaja menolakNya.

Betul sekali bahwa para Ahli Taurat adalah manusia yang mati secara rohani. Namun mati secara rohani tidaklah seperti yang digambarkan oleh John Calvin, yaitu rohaninya seperti mayat yang tidak dapat merespon terhadap rangsangan yang bersifat rohani. Mati secara rohani sesungguhnya adalah putus hubungan dengan Allah yang adalah sumber kehidupan.

MAYAT TIDAK BERTANGGUNG JAWAB SEBAGAI KRIMINAL

Pada saat orang banyak berdiri di hadapan Pilatus, karena dihasut oleh para Imam, mereka menuntut Yesus disalibkan dan Barabas dibebaskan. Bahkan sebelum mereka menghadap hadirat Allah, pada hari Pentakosta, mereka dituduh bersalah oleh khotbah Petrus. Mungkinkah mayat melakukan tindakan kriminal yang harus dipertanggungjawabkannya?

Mengapakah dalam Markus 12:40 Tuhan Yesus berkomentar bahwa para Ahli Taurat yang menelan rumah janda-janda akan dihukum dengan hukuman yang lebih berat? Sejak Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa maka semua manusia sudah dalam kondisi mati rohani, dan John Calvin menggambarkan kondisi kerohanian manusia seperti mayat, seharusnya dosa berikut yang dilakukan oleh para mayat itu tidak bisa diperhitungkan lagi, karena berikutnya mereka semua sudah dalam kondisi mayat, dan bagaimana boleh menuntut dosa yang dilakukan mayat. Bahkan seharusnya mayat sudah tidak bisa berdosa lagi.

KESIMPULAN KITA

Penafsiran John Calvin tentang mati secara rohani sebagai totally depraved dengan pengertian kerohanian yang tidak bisa memberi respon terhadap apapun adalah terlalu berlebihan. Penafsiran demikian sama sekali tidak didukung oleh ayat Alkitab, karena memang tidak ada satu ayat pun yang menggambarkan kondisi kerohanian seperti yang digambarkan oleh John Calvin.

Tuhan Yesus pernah berkata kepada seorang yang ingin menjadi pengikutNya yang meminta ijin untuk menguburkan ayahnya dengan berkata, “biarkan orang mati menguburkan orang mati mereka.” Ia tahu bahwa orang yang mati rohani masih bisa menguburkan orang karena bukan mati rasa, mati akal budi, mati kesadaran diri, melainkan hanya tidak memiliki hubungan dengan Allah yang hidup. Manusia yang mati secara rohani masih bisa berbicara, berpikir, merasa, memutuskan pemilihan, bisa bikin pesawat, dan menerbangkan pesawat, bikin mobil dan membawa mobil, dan masih bisa mendengarkan Injil serta mengambil keputusan untuk percaya atau tidak.

Doktrin Predestination yang diajarkan oleh John Calvin beserta pengikutnya, memiliki kesalahan paling awal pada kesalahan menafsirkan makna mati secara rohani. Kasalahan menafsirkan makna kematian rohani, menyebabkan mereka menyimpulkan bahwa keselamatan dimungkinkan hanya melalui pemilihan tanpa kondisi (unconditional election). Bagi Calvinis orang-orang yang mati rohani tidak mungkin memberi respon terhadap Injil karena mereka mati seperti mayat. Jadi, pembaca pasti sudah dapat melihat penyebab penafsiran mereka bahwa Allah di dalam kekekalan melalui sebuah dekrit telah menetapkan segala sesuatu. Seolah-olah blueprint segala peristiwa dari kekal hingga kekal sudah tercetak dalam sebuah dekrit dan semua peristiwa baik yang positif maupun yang negatif sudah ditetapkan. Bahkan John Calvin percaya bahwa kejatuhan Adam dan Hawa pun sudah ditetapkan Allah.

Jika orang-orang yang belum diselamatkan tidak mungkin merespon berita Injil sebelum mereka dilahirkan kembali terlebih dulu, maka aktivitas penginjilan adalah sebuah aktivitas berbicara kepada mayat atau patung. Kalau Calvin benar, bahkan tidak perlu berdoa agar Allah pilih lebih banyak sebab pemilihan sudah dilakukan dalam kekekalan past. Bahkan kita tidak perlu berdoa sama sekali sebab segala sesuatu sudah ditetapkan, doa anda tidak bisa merubah apa yang Tuhan telah tetapkan dalam kekekalan melalui sebuah dekritNya.

Jadi, pembaca yang berbudi, sikap menjunjung tinggi kedaulatan Allah yang berlebihan hingga mengabaikan hakekat manusia yang berkehendak bebas, telah berbalik menjadi sikap menempatkan Allah sebagai pribadi yang paling jahat, yang tega menetapkan seorang putri diperkosa beberapa orang. Ini adalah sebuah malapetaka theologi yang melanda kekristenan. Oleh sebab itu kita sama sekali tidak heran jika Laurence M. Vance, Ph.D, di dalam bukunya The Other Side of Calvinism menyatakan bahwa Calvinisme sesungguhnya adalah wabah terdahsyat yang melanda gereja. Dave Hunt dalam bukunya What Love It Is? menggambarkan Allah Calvinis adalah Allah yang tidak ada kasih, bukan yang maha kasih. Jika anda mengalami kesulitan untuk mendapatkan contoh tentang tipu muslihat iblis, maka kini anda sudah mendapatkannya. Waspadalah!

Sumber : http://www.kristenfundamental.co.cc